Muslimah adalah ujung tombak yang mampu melahirkan para generasi masa depan dengan kualitas terbaik. Baik buruknya generasi kedepan ada ditangan mereka. Lalu dengan potret muslimah jaman now, bisakah kita tarik garis perpendicular maupun non perpendicular ke depan kira kira bagaimana kondisinya?
Menjadi muslimah ideal dalam segala aspek memang menjadi dambaan. Namun hambatan pasti selalu ada, entah sedikit atau banyak ohm. Kemajuan jaman pun b, isa jadi menjadi hambatan tersendiri bagi para muslimah, mereka sekarang bukanlah makhluk yang gampang didikte bahkan juga dipingit seperti jaman dahulu kala. Pergaulan, fashion maupun pengetahuan mereka sudah jauh berbeda. Dan tentunya ini menjadi tantangan tersendiri.
Misalnya saja, fashion yang bisa jadi menggadaikan prinsip menutup aurat. Pergaulan bebas yang sudah tak terelakkan yang bisa jadi menyamarkan batas batas interaksi antara ikhwan dan akhwat. Pemikiran pemikiran bahwa mereka bisa setara dan adil dengan lawan jenisnya (feminisme) makin marak. Dan masih banyak lagi yang lainnya
Ibu adalah sekolah
Maka, jika sekolah yang disediakan tidak bermutu, bagaimana para pelajarnya akan maju?
Tantangan lebih besar hadir kembali ketika seorang muslimah berhasil mencapai pendidikan tinggi. Arus pertukaran budaya, teknologi, pemikiran sangat pesat dan padat, bahkan dahsyat. Apalagi bagi mereka yang awalnya dari desa, dari pondok pesantren, ataupun sekolah sekolah boarding yang memang mereka terjaga ketat oleh adanya sistem. Begitu di dunia kampus mereka merasa terbebas sebebas bebasnya dari sangkar. Ketiga masalah yang disebutkan diatas bisa saja menjangkit mereka.
Lalu bagaimana dengan adanya pesantren mahasiswi?
Adanya pesantren mahasiswi disini akan menjadi wadah untuk mereka tetap mempertahankan izzah, mengembangkan kapasitas keislaman, dan menciptakan lingkungan kondusif untuk mereka berkembang.
Didukung dengan peraturan peraturan terkait adab berpakaian, penerapan jam malam, pembinaan, diskusi, penguatan ibadah dan juga dengan adanya lingkungan kondusif yang memang mendukung mereka, saling mengingatkan satu sama lain misalnya.
Peran muslimah secara umum, yaitu _mar’atush shalihat_ (wanita yang shalihah), _jauzatu muthi’ah_ (istri yang taat), dan _ummul madrasah_ (ibu peradaban), melebarkan sayap-sayap kebermanfaat pada bidang kompetensi. Jika sudah demikian, maka kutipan hadits ini akan benar adanya,
“Sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita muslimah”
“Sebagaimana dikutip dari perkataan seorang misionaris wanita Anna Mulgan, “Tidak ada cara yang lebih efektif dalam menghancurkan Islam selain mengajarkan kebudayaan kita kepada para pelajar muslimah di sekolah-sekolah. Penghancuran Islam dengan cara ini akan mencetak seorang pelajar muslimah yang telah terkontaminasi dengan nilai-nilai Barat sehingga akan hilang nilai keislaman dalam dirinya terutama yang terkait dengan haram, rasa malu, dan akhlak mulia. Salah satu cara yang efektif adalah mendidik wanita muslimah untuk bersolek saat bepergian”.
(Muhammad Ibrahim Saliim dalam Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah)
Mengingat sasaran utama dalam upaya penghancuran Islam adalah para muslimah itu sendiri. Maka memberikan wadah kembang yang tepat adalah strategi tepat meminimalisir efek dari “mereka”