Review Buku : Emotional Healing Therapy – IrmaRahayu

Namanya emosi. Dia selalu hadir dalam setiap waktu hembusan nafas. Tidak melulu tentang energi negatif. Energi positif juga wujud emosi. Keduanya bisa berubah setiap saat. Keduanya selalu bergerak dalam tubuh kita. Apa jadinya kita hidup tanpa emosi? Mungkin akan sama seperti robot, tanpa rasa takut. Atau bahkan seperti patung, tanpa ekspresi. Lalu bagaimana agar energi positif dan negatif yang ada bisa selaras dan tidak merusak diri kita? Bagaimana menetralkan energi negatif? Mari kita cari jawabannya dalam buku Emotional Healing Therapy karya teh Irma Rahayu.
Saya membaca buku ini seperti berkaca. Berkali-kali berucap, wah ini aku, ini juga, ah apalagi ini. Saya menyadari bahwa saya orang yang bebal. Mudah sekali marah tapi sulit menerima nasehat. Dengan alasan mencari pembenaran saya membantah, bermuka masam bahkan seolah tak peduli. Sekalinya marah meledak-ledak, tapi bisa juga hanya terdiam tapi menyimpan rasa tidak suka. Alih-alih masalah selesai, justru malah menyakiti orang lain dan merusak hubungan. Eh tapi kalau cerita tentang saya nanti malah nggak kelar-kelar. Mending cerita tentang bukunya saja ya, hehe.
Isi buku sudah sedikit tergambarkan dari sampulnya. Mengubah wajah pembaca, dari murung menjadi bahagia. Ketika membaca lembaran buku satu per satu, saya dituntun untuk memahami diri saya sendiri. Setelah itu saya dibantu untuk menyeimbangkan energi positif dan negatif dalam diri.
Buku ini dibuka dengan kisah penulis yang kehilangan orang terkasih, sang ibunda. Ada satu kutipan yang sangat mengena, yaitu giving is receiving. Beliau mengingatkan bahwa apa pun yang kita perbuat akan membawa dampak bukan pada orang lain, tetapi pada diri kita sendiri. Jika kita jahat pada orang lain, maka kejahatanlah yang akan menenggelamkan kita. Jika kita baik dan mendoakan kebaikan pada orang lain, maka kebaikanlah yang akan menyelimuti kita.
Banyak dari kita, berlebihan memaknai emosi. Misalnya saat emosi senang muncul berlebihan, kita bisa saja lupa pada orang di sebelah kita yang sedang berduka hingga menyinggung perasaannya. Oleh karena itu, mengenali dan mengendalikan emosi menjadi hal yang penting. Bagaimana caranya?

1.Touch and breath method

Dalam beberapa buku self-healing yang saya baca, teknik sederhana untuk mengendalikan diri adalah bernafas. Kekuatan nafas memang tidak bisa disepelekan, saya sudah membuktikannya. Terutama waktu hamil dan nyeri muncul. Betapa nafas bisa membuat saya tetap sadar dan sabar. Semoga nantinya bisa mengaplikasikan juga ketika emosi negatif muncul.

2.Berkenalan dengan alam bawah sadar

Mungkin kita sudah familiar dengan sebutan conscious – subconscious – unconscious mind. Ternyata alam bawah sadar mempunyai kekuatan yang luar biasa. Siapa pengendalinya? Diri kita sendiri.

3. Mengenal emosi yang terjebak dalam tubuh

Emosi negatif yang terlalu lama bersarang, ternyata berhubungan dengan penyakit fisik yang bisa merenggut kebahagiaan kita. Entah itu trauma, arah, sedih, kecewa, bahkan dendam. Sebagai contoh, saat orang melampiaskan kemarahan akan dimulai dengan rasa sesak di hati, kemudian disusul nafas terengah-engah dan pendek, sehingga udara yang masuk ke dalam paru-paru tidak normal. Itu saja sudah menjadi masalah bagi kesehatan, bukan?
Setelah kita menyadari adanya energi negatif dalam tubuh, langkah selanjutnya kita memasuki proses Emotional Healing. Proses penyembuhan atas energi negatif yang terjebak dan terpendam dalam tubuh. Ada beberapa metode yang dapat digunakan, di antaranya mirror therapy, digging deeper, inner child therapy dan puncaknya adalah forgiveness therapy. Forgiveness therapy menjadi cara terbaik dalam memutuskan tali emosi. Saya tidak menjelaskan satu per satu, karena saya juga belum mampu mengaplikasikannya dengan baik. Membacanya tidak cukup sekali dua kali sepertinya, hehehe.
Ada hal yang menarik perhatian sekaligus pengingat bagi saya. Bahwa warisan emosi dari orang tua juga berdampak pada karakter anak kita. Saya merasakan dan menyadarinya sekarang. Bagaimana saya sekarang tentu ada pengaruhnya dari pola asuh orang tua saya di masa lalu. Dari ibu kita mendapat energi kasih dan ikatan emosi, sedangkan dari ayah kita mendapat energi rezeki dan belajar bertahan hidup. Dalam buku ini disebutkan salah satu kunci kestabilan emosi seseorang dalam hidupnya bila ia dewasa adalah, ketika dia diasuh oleh ibunya. Ibu adalah fondasi dasar bagi anak untuk belajar tentang cinta, hubungan yang sehat dan baik, serta rasa aman dan nyaman dalam ikatan emosi yang baik. Betapa besar pengaruh orang tua dalam karakter dan pola hidup kita, bukan? Semoga nantinya, saya bisa mewariskan karakter yang baik untuk Ibrahim. Bismillah, satu per satu hilangkan energi negatif.
Teh Irma juga menuliskan beberapa kisah nyata dari beberapa alumni emotional healing therapy. Banyak cerita yang membuat saya terharu, kaget sekaligus termotivasi. Terharu, ternyata banyak sekali kehidupan kompleks di luar sana. Mungkin yang saya alami saat ini belum seberapa. Termotivasi untuk berubah juga, berusaha menyelaraskan energi positif dan negatif dalam diri.
Kembali ke marah, sebenarnya itu baik dan harus ada. Marah yang positif misalnya ketika ada yang buang sampah sembarangan. Sedih juga penting dan ada gunanya. Akan tetapi marah dan sedih akan merusak jika dikendarai oleh energi negatif. Bagi yang suka memendam rasa marah, suatu saat bisa menjadi bom waktu. Lalu, bagaimana dengan yang sulit menahan marah seperti saya? Simak yuk tipsnya.

  1. Segera tarik nafas panjang dan bernafaslah seperti sedang meditasi. Tiga hitungan menghirup nafas dan tiga hitungan mengeluarkan nafas. Lakukan sampai dada merasa lebih lega.
  2. Gerakkan kepala ke depan dan ke belakang, putar dan lakukan peregangan otot semampu.
  3. Afirmasikan dalam diri baik bersuara maupun dalam hati: Saya bisa mengatasi masalah ini dengan baik. Saya mampu menemukan solusi terbaik.
  4. Nah, ini pamungkasnya, tersenyumlah pada dunia.

Ada pembahasan menarik mengenai ikhlas. Ketika menghadapi suatu masalah berat, maka hal paling awal yang sebaiknya dilakukan adalah menerima, dan itulah tahapan sabar. Sabar tidak berarti diam, tetapi menerima ketetapan dari Allah sambil terus berusaha mendapatkan jalan dan solusinya. Tahapan selanjutnya adalah menyerahkan hasil akhir pada Allah, dan sepenuhnya percaya dan bergantung kepada­Nya. Nah, ini baru nama nya ikhlas, yaitu murni kembali pada hati yang bersih dengan mengembalikan semua pada Allah. Sampai sini saja insya Allah hidup kita akan lebih ringan dan tenang. Namun, jangan berhenti di zona ikhlas. Sudah saatnya naik ke level syukur. Jika sampai level ini, Insya Allah kita mendapat pemahaman dan menemukan rahasia kemudahan di setiap kesulitan hidup. Zona terakhir adalah zona cinta pada Allah. Ketika sampai pada level ini, rasa tentram akan selalu menyelimuti.
Apa yang didapat dari buku ini? Banyak! Intinya emosi itu tidak akan pernah bisa hilang, dia akan selalu ada, datang dan pergi. Kita hanya membutuhkan satu pengertian, bahwa ketika mereka hadir, bila positif maka bersyukurlah dan nikmati, bila negatif maka berubahlah dan bergerak. Nah, jangan tunggu energi negatif membuat badan kita sakit, lakukan yang terbaik. Kuncinya? Niat dan percaya. Selanjutnya, tawakal. Berserah kepada Sang Pemilik Hati.
Buku ini sangat bermanfaat bagi saya yang ingin mengenal dan memperbaiki diri. Bahasanya ringan dan mudah dipahami. Aplikasinya? Pelan-pelan. Bismillah. Selamat berproses dan bergerak

Tinggalkan komentar