Perempuan yang Melampaui Jamannya
Ibnu Khaldun dalam Kitab Mukaddimahnya menyampaikan, seorang pemimpin tidak boleh terlalu jauh melampaui jamannya, karena pemimpin tersebut akan hancur tergilas oleh arus jaman yang deras. Kartini adalah sebuah fenomena yang muncul diakhir abad ke-19. Kemunculannya dengan cita-cita dan pemikiran yang jauh melampaui kondisi masyarakat jawa ketika itu. Maka dari itulah tak banyak ditemukan produk perjuangannya yang berupa gerakan atau lembaga riil. Kartini adalah sebuah fenomea yang kemunculannya hampir serupa dengan munculnya seorang R.M Tirto Adisoerjo dengan gerakan pers dan Syarikat Dagang Islamnya. Terlalu jauh melampaui zaman.
Saat itu kultur jawa masih belum melihat pentingnya sebuah pendidikan bagi perempuan. Masih meletakkan perempuan pada derajat di bawah kaum laki-laki. Belum seterbuka Minangkabau, Sunda, atau Aceh misalnya dalam memberikan ruang bagi kaum perampuan. Kartini hadir mendobrak dengan cita-cita untuk bisa masuk sekolah dokter di Negeri Belanda menyusul kakak laki-lakinya. Karena kecerdasannya, pemerintah Belanda sempat memberikan beasiswa kepada Kartini untuk bisa sekolah di Batavia walaupun akhirnya harus kandas karena sabotase perkawinan yang sudah di rancang keluarganya.
Dalam kelanjutanya Kartini berkirim surat kepada Pemerintah Belanda untuk mengalihkan beasiswanya kepada sorang pemuda berbakat dari Sumatera yang tak memiliki cukup biaya untuk meneruskan sekolahnya. Pemuda itu bernama Agus Salim.
Dari sini dapat diambil ibroh bahwa aktivis perempuan hari ini haruslah banyak membaca dan belajar agar memiliki pemikiran yang progresif. Sehingga, walaupun ruang gerak terbatas karena banyak hal yang harus diurus dirumah ataupun di kantor, tapi dengan wacana yang tajam, itu sudah lebih dari cukup untuk memberikan sumbangan bagi peradaban.
perempuan Kritis dalam Pingitan
Salah satu surat yang ditulis Kartini berisi sebuah sikap tegas, yakni “Kami (Perempuan) tiada berhak menjadi bodoh”.Kepeduliannya pada pendidikan kaum wanita mendorong Kartini untuk terus bercita-cita menempuh pendidikan setinggi mungkin dan kemudian memotivasi perempuan Indonesia lainya untuk menjadi terdidik. Sarana yang dipilihnya adalahmendirikan sekolah untuk kaum perempuan saat dirinya menjadi istri Bupati Jepara.
“Dari perempuanlah pertama-tama manusia itu menerima didikannya, di haribaannyalah anak itu belajar merasa dan berfikir. Dan makin lama makin tahulah saya bahwa didikan yang mula-mula itu bukan tidak besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia dikemudian harinya. Dan betapakan ibu bumi putra itu sanggup mendidik anaknya, bila mereka itu sendiri tiada berpendidikan”, kata Kartini. Karena itulah Kartini memperjuangankan pendidikan bagi kaum ibu bumi putera atau kaum pribumi. Pendidikan bagi kaum perempuan untuk menyiapkan sebuah bangsa yang kuat, bukan agar kaum perempuan keblinger berkarir di luar rumah dan kemudian tidak maksimal dalam usaha-usaha menyiapkan generasi penerus yang tangguh.
Dalam sisi spiritualitas Kartini juga merupakan seorang muslim yang kritis. Kala itu, dirinya menggkritisi praktik-praktik ritual agama Islam di kalangan orang jawa yang hanya sebatas ritual belaka tanpa pemahaman. Kartini menggugat mengapa Al-quran yang katanya merupakan pedoman hidup ummat manusia tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa lain sehingga umat Islam non arab dapat memahami isi ajarannya. Kritik inilah yang mendorong guru ngaji Kartini, Kiai Soleh darat untuk menerjemahkan Al Quran dan menghadiahkan terjemahan tersebut kepada Kartini.
Maka syarat kedua bagi aktivis perempuan agar dapat muncul dalam pusaran pergerakan, walaupun dengan ruang gerak yang terbatas adalah dengan memiliki kekritisan. Tidak semua kaum lelaki yang memiliki ruang gerak luas di luar rumah, memiliki kualitas ini. Sehingga, jika ada seorang istri dan ibu yang membuat tulisan kritis tentang sebuah issue, dengan analisa yang mendalam dan pandangan-pandangan yang melampaui jaman, maka eksistensi idenya tidak akan dapat terbendung. Apalagi di era internet seperti sekarang.
abadi Karena Surat-suratnya yang Memukau
Pramoedya pernah mengatakan, “orang boleh pintar setinggi langit, tapi jika dia tidak menulis, dia akan dilupakan oleh zaman. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Mengapa Kartini sangat dikenang perjuangannya sampai hari ini? Karena pemikiran dan perjuangan Karitini melalui tulisan dan kumpulan surat-suratnya, bisa dibaca dan dipelajari. Bukan hanya sekedar menulis, tapi Kartini menuliskan surat-suratnya dengan gaya bahasa yang sangat memukau. Jika anda membaca sendiri kumpulan surat-suratnya dalam Habis Gelap Terbitlah Terang, anda akan menemukan betapa cerdiknya Kartini memilih diksi untuk setiap kalimat yang akan ditulis. Selain itu dirinya juga memiliki kemampuan membangun alur berfikir yang luar biasa.
Faktor ketiga inilah yang akan melengkapi kedua faktor sebelumnya. Kemampuan menuangkan ide menjadi tulisan yang baik. Setelah penguasaan terhadap konten (narasi dan isu), maka kemampuan teknis untuk meramunya adalah keniscayaan.
Kartini telah membuktikan kepada dunia, kepada panggung sejarah, bahwa sempitnya ruang gerak tidakmenghalangi pikiran-pikiran yang cemerlang. Tebalnya tembok tiada bisa mengahalangi kata-kata, apalagi di era digital saat ini. Untuk para aktivis perempuan, mari menggerakkan dunia dari rumah.