Memulai dengan yang Wajib
Wajib dan sunnah sebagai hukum dari adanya islam, sebagai tingkatan-tingkatan seberapa perlu suatu amalan, atau menunjukan perintah atau larangan, terhadap tindakan atau hal tertentu. Ada banyak sekalai perkara-perkara cabang dalam kaidah fiqh. Salah saru cabangnya taitu, Al wajiibu laa yutroku lisunnati, wajib itu tidak dapat ditinggalkan karena sunnah.
Wajib sendiri, maknanya seperti yang kita tahu, adalah Bila dilaksanakan mendapat pahala, dan bila ditinggalkan mendapat dosa. Sedangkan sunnah bila dikerjakan mendapat pahala dan bila di tinggalkan tidak mengapa (rugi – kalau saya mengajarkan ke keluarga).
Mengapa kita harus mendahulukan yang wajib?
Imam Ar Raghib mengemukakan pendapatnya, “ketahuilah, sesungguhnya ibadah itu lebih luas dari kemuliaan, setiap perbuatan mulia adalah ibadah, tetapi tidak setiap ibadah itu mulia.”
Menunaikan kewajiban dengan mengetahui batasan-batasan adalah kita melakukan tindak keadilan. Sedangkan sunnah perbuatan untuk mendapat kemuliaan.
Bagi orang orang yang meninggalkan kewajiban, adalah mereka yang melewati batas. Dan mereka tidak di anjurkan mencari fadhilah kemuliaan. Karena mencari kelebihan (kemuliaan) tidak boleh kecuali setelah seseorang melakukan keadilan (menunaikan kewajiban)
Ibaratnya kita ingin menikmati keindahan puncak gunung,
Namun kita enggan dalam mendakinya. Siapa yang bisa menikmati keindahan suasana puncak gunung, adalah mereka yang telah menyelsaikan mendakinya dari pos pemberangkatan, atau dari lereng.
Komitmen dalam Menjalankan Kewajiban
Dalam menjalankan kewajibanpun tidak mudah, harus ada komitmen. Allah Swt. memerintahkan Nabi untuk bersikap istiqomah (komitmen) dalam firmannya “maka Istiqomahlah engkau (Muahammad) di jalan yang benar” : Qs. Huud :112
Imam an-Nawawi berkata, “Para ulama menafsirkan istiqâmah dengan luzûm thâ’atilLâh, artinya tetap konsisten dalam ketaatan kepada Allah SWT.”
Nah ini yang berat dalam beribadah. Kadang ketika kita sudah bisa mengatur alur ibadah kita dari wajib ke sunnah kita dihadapkan lagi dengan kenyataan bahwa kita di tuntut untuk istiqomah. Sangat berbahaya sekali jika kita kemudian lalai di tingkat ini. Dari sini maka hukum Istiqomah adalah wajib yang harus dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Jika tidak maka hal ini akan berdampak buruk yaitu berpalingnya kita dari hukum Allah, melakukan perbuatan maksiat tanpa ada perasaan bersalah, lalai dengan perintah Allah, sehingga dengan perbuatan maksiat yang dilakukan tersebut akan mengundang murka Allah dan akan mendapat azab sebagai balasannya, Sungguh merugi. Cukup disayangkan bila kita tumbang disini.
Saat mendaki ketika sudah jatuh atau break yang berlebihan, untuk melanjutkan perjalanan itu butuh usaha lebih
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan membawakan perkataan salaf lainnya,
”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan, namun malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”
Dan setelah kita bisa melewatinya, rasa mudah dalam beramal itu akan menempel di dada kita. Termasuk mengamalkan hal-hal sunnah.
Di bulan Ramadhon ini ketika setan-setan di kurung dan pintu pintu surga di buka. Menjadi pembuktian ibadah kita.
Dalam beberapa riwayat, menjelaskan ada 8 pintu surga.
1. Pintu untuk orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
2. Untuk orang yang giat menjalankan sholat.
3. Untuk orang yang berjihad dijalan Allah.
4. Orang yang giat berpuasa, pintunya disebut Ar royyan dan
5. untuk orang yang bershodaqoh akan di panggil melalui pintu shodaqoh.
5 dari 8 pintu surga yang telah disebutkan. Ukuran giat inilah ibadah sunnah di buktikan. Artinya dalam masing-masing pintu ibadah wajib hanyalah sebagian kecil dalam upaya kita untuk masuk melalui pintu-pintu itu.