Kisah Teladan Nabi Musa yang Inspiratif

Kalau kita sebelumnya pernah menyimak, mempelajari, mendengar kisah teladan nabi Musa. kita tahu bagaimana kisah sejak Nabi Musa yang awal hidupnya jadi target sasaran pembunuhan massal oleh fir’aun, Qadarallah malah selamat dan tiba di istana fir’aun. dicintai fir’aun , tinggal dan dibesarkan di sana sebagai seorang pangeran. still, people of egypt secretly dont like him, ya kalo diliat kan ttp aja Nabi Musa adalah dari golongan bani israin – different skin. Sampai kejadian lah peristiwa matinya police officer egypt yang dijadiin kesempatan sama police officer lain buat merencanakan in secret meeting — untuk membunuh Nabi Musa. Namun ternyata ada teman nabi Musa yg police officer juga dan ngebocorin soal rencana ke nabi Musa. Hingga nabi Musa mesti pergi dari egypt.
Al-Qasas: 21
‎فَخَرَجَ مِنۡهَا خَآئِفٗا يَتَرَقَّبُۖ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu”.
Nabi Musa berdoa pada Allah untuk diselamatkan dari “wrong doing people”
orang-orang yang zalim.
itu adalah salah satu “scene” dari kisah nabi Musa. Di Asy-Syuara ayat 10, kita lompat ke scene ketika Nabi Musa di seru Allah di atas bukit. Dan jika kita menyimak kisah Nabi Musa, kita tau diantara do’a dan seruan itu ada jeda panjang di mana Nabi Musa menjalani kehidupannya di luar egypt. Lalu.. Nabi Musa diseru apa oleh Allah?
Ash-Shuaraa: 10
‎وَإِذۡ نَادَىٰ رَبُّكَ مُوسَىٰٓ أَنِ ٱئۡتِ ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): “Datangilah kaum yang zalim itu,
ternyata…
Allah memerintahkan nabi Musa untuk pergi ke “wrong doing people” itu.
orang2 zalim yang pernah disebut dalam do’a Musa sebelumnya.
Kalau kita renungin dalam kehidupan,
mungkin beberapa dari kita menghadapi hal yang sama. Wrong doing people, meski ngga mesti sekejam firaun dan tentaranya, mungkin ada di hidup kita.
People who emotionally hurt you.
Dan bisa jadi, untuk berapa waktu, Allah menyelamatkan kita, menjauhkan kita dari mereka. But ignoring them for life, mungkin bukan sebuah jawaban.
mungkin, jeda yang Allah beri, saat kita jauh dari mereka, menjadi momen di mana kita menjadi lebih kuat, memulihkan diri — to heal, hingga pada saat kita mesti kembali menghadapi mereka, we are strong enough.
Kalau kita baca ayat selanjutnya,
kita bisa lihat bahwa Nabi Musa tidak langsung berangkat. Tapi ada 5 hal yang dikatakannya pada Allah subhanahu wa ta’ala:
1. Takut disebut pembohong
Berkata Musa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku.
2. Dadaku terasa sempit
-anxiety, stressed…
3. Tidak lancar lidahku
-padahal tugas rasul apa? menyampaikan pesan. gimana jadinya kalau nggak tau mau ngomong apa
4. utuslah Harun aja..
-dia lebih pandai bicara..
5. They have crime record against me.
Aku takut mereka akan membunuhku.
dari 5 pernyataan itu, kita dapet salah satu #highlight yang menohok banget dari SN ini.
kalau kita baca lagi poin 1 dan 5, Nabi Musa dua kali bilang takut. Tapi lihat urutannya.
poin nomer 1: being humiliated, poin nomer 5: to be killed.
Sekarang, kalo kita ngejekin binatang, binatang itu akan chill, cuek ajaaa, mereka nggak ngerasa harga diri mereka terhina. tapi bagaimana dengan manusia?
sering kali,
manusia nggak takut dengan perbuatan orang lain, jika dibandingkan dengan perkataan orang lain.
true?
binatang, bisa aja hidup, without dignity. tapi manusia? bahkan di Al-Qur’an kalau kita baca tentang kisah Maryam, beliau begitu takut akan apa yang dikatakan orang, bila orang-orang tau beliau hamil tanpa suami. Bahkan beliau merasa lebih baik mati saja.
Human,
choose death over humiliation.
Ingat juga kisah Musa, yang tidak sengaja menyebabkan kematian seorang manusia?
membunuh memang dosa besar,
membunuh – we might not even think about it,
but what about a bigger crime: mempermalukan orang lain?
menjatuhkan harga diri mereka?
betapa mudah, kita melontarkan komentar.
bad words.
degrading other people.
tanpa mikir.
ke anak kita.
ke suami.
ke istri.
ke orang tua.
ke temen.
orang lain.
di sosmed.
tanpa menyadari efek yang mungkin terjadi disebabkan ucapan kita.
highlight pertama ini bener-bener menohok. belum lagi kemudian ustadz Nouman membahas bagaimana sikap Fir’aun saat menjawab pernyataan-pernyataan nabi Musa ketika di istana. Mengenal istilah baru : “gaslighting”.
Insya Allah nanti soal lisan ini akan dibahas lagi setelah sampai ke cerita itu ya..
semoga jadi bahan kita untuk memikirkan tiap ucapan, tiap kata sebelum melemparnya ke orang lain.
Everybody needs a Harun.
Manusia, walaupun tahu bahwa Allah adalah Rabb yang kepada-Nya kita bertawakkal, juga butuh moral support dari manusia lain. Kalau inget kajian Sheikh Mokhtar Maghroui, kita hidup di dunia yang diciptakan Allah-yang memiliki hukum sebab akibat. Sehingga kita boleh mengambil sebab sambil bertawakal sejak awal – contoh berobat – dalam upaya kita untuk sembuh.. tapi ketika sembuh, maka nikmat kita sandarkan hanya kepada Allah. Dan kalau tidak berhasil, karena sejak awal sebenernya kita udah bertawakal soal hasil kepada Allah saja – we get strength to get thru it. Karena mau semua makhluk berusaha ngasih manfaat atau memberi mudharat, jika Allah tidak menghendaki ya ngga akan bisa. Sabar – karena tau ilmunya.
Simplenya, kebutuhan manusia dibagi 3 : spiritual, emosional, fisik. Semua ada “asupannya”.
Tapi jangan lupa semua nikmat “asupan” itu ya bersumber dari Allah.
Kita lihat lagi kisah Nabi Musa. di poin nomer 4, Nabi Musa minta Harun aja yang diutus. Karena tadi dia khawatir, dengan rasa takut, dadanya jadi sempit, lidahnya jadi kelu, belum lagi Nabi Musa kan punya catetan kriminal. Nabi Harun nggak. Dan Nabi Harun, saudaranya, bagi Nabi Musa
menjadi sebab yang ingin diambilnya untuk moral support.
Dan bukan cuma Nabi Musa yang butuh moral support dalam kehidupan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam butuh istrinya, para sahabat. Kita manusia, butuh manusia lainnya. Keluarga, suami, istri, sahabat..
Dan Allah, lebih pengertian sama kita dibanding manusia. Nabi Musa nggak langsung berangkat, tapi ngajuin 5 pernyataan tadi dulu. Dan apa jawaban Allah tentang 5 pernyataan tadi?
Ash-Shuaraa: 15
‎قَالَكَلَّاۖ فَٱذۡهَبَا بِ‍َٔايَٰتِنَآۖ إِنَّا مَعَكُم مُّسۡتَمِعُونَ
Allah berfirman: “Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan),
‎كَلَّا
Kalla.
Tidak sama sekali.
Nabi Musa takut dipermalukan, ternyata? Tidak sama sekali. Dadanya terasa sempit, lidah kelu, Harun aja yang bicara, takut dibunuh?
Tidak sama sekali.
Pada akhirnya siapa yang berbicara?
Nabi Musa.
But did Allah give what Musa asks anyway? Tetap saja Allah akhirnya memerintahkan “mereka berdua” yang berangkat.
Padahal, Allah Tahu nggak kalau Nabi Harun ngga akan ngomong dan Nabi Musa yang ngomong? tentu. Allah Maha Tahu. Tapi, Allah tetap memberi apa yang Nabi Musa minta, Harun, untuk mendampinginya.
Sebenernya hal ini bikin jadi mikir nggak sih. Semua kenikmatan dunia, adalah alat. Tergantung bener gak kita memakainya. Keluarga, bisa jadi moral support, bisa juga sebaliknya. Dan ingat, reminder ini ditujukan untuk diri kita, bukan buat ditembakin ke orang lain.
Apa iya kita udah jadi moral support buat orang-orang di sekitar kita?
Buat suami, buat istri, buat anak kita
buat adik kakak kita.
Apakah kata-kata yang kita pilih untuk ucapkan, adalah bentuk dukungan moral, atau malah kebalikannya? Doing the bigger crime than muder? Menjatuhkan, merendahkan, membuat sedih?
Are we, Harun to Musa?
or, Fir’aun? na’udzubillah.
semoga nggak ya.
semoga kita diberi kesempatan memperbaiki diri.

Satu pemikiran pada “Kisah Teladan Nabi Musa yang Inspiratif”

  1. A refreshing perspective explained simply your way, easily understood and lessons learnt. I have never actually seen the story the way you did. Masha Allah you’re superb storyteller.

    Balas

Tinggalkan komentar