Walisanga? tentu hampir semua orang pernah mendengar sebutan itu, apa sih itu walisanga ? mereka adalah tokoh – tokoh yang memiliki peran penting dalam syiar dakwah islam khususnya di tanah Jawa. Namun penafsiran kata Walisanga itu sebagian berpendapat, kata sanga (baca: songo) merupakan perubahan dari kata tsana (mulia). Maka, walisanga berarti wali wali mulia atau terpuji. Dan dalam bahasa Jawa kuno yang memilki makna “tempat”. Karenanya, walisana berarti wali atau kepala suatu tempat atau daerah. Kebanyakan pakar sepakat Walisanga adalah Para Ulama yang menanamkan Islam dalam ranah tauhid, akhlak, sosial, budaya dan politik.
Walisanga dalam berbagai tulisan sering kali diindentikan sebagai sufi pengembang ajaran tasawuf semata. Bahkan mereka disebut juga tokoh keramat dan digdaya. Sebutan itu bisa melekat pada mereka karena cara penyebaran syariat mereka yang di gambarkan Primbon karya sunan Bonang. Walisanga termasuk dalam aliran Ahlus Sunnah yang tegas dan konsekeun menentang bid’ah dan dhalalah (sesat). Pada masa itu Al-Ghazali dengan Ihya Ulumudin-nya memang menjadi acuan pengembangan tasawuf.
Walisanga telah membuktikan komitmennya pada tauhid dan syariah Islam dengan kisahnya diqishasnya Syekh Siti Jenar yang dihukum oleh para wali melalui musyawarah karena meresahkan masyarakat di saat para ulama sibuk mempersiapkan Berdirinya kesultanan Demak pada masa itu. Dalam mempersiapkan lembaga-lembaga negara para ulama melakukan permbagian tugas. Seperti menyiapkan aturan perdata, adat-istiadat, pernikahan dan muamalah. Dan juga aturan mengenai jinayat dan siyasah (kriminal dan politik).
Namun jauh sebelum mempersiapkan Kesultanan Demak tersebut para ulama telah mempersiapkan masyarakat dengan dakwah. Walisanga sendiri tidak hanya mumpuni dalam berdakwah namun mereka juga menunjukan keahlian dalam politik, sosial dan budaya yang baik. Gambaran sepak terjang para Walisanga erat dengan dinamika Kerajaan Majapahit, Sekitar 1445 M Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel. Sang Raja pada masa itu menghadiahkan tanah pendidikan kepada Sunan Ampel. Tanah tersebut di bangun pesantren dan pusat keilmuan untuk membina budi bangsawan dan rakyat Majapahit yang merosot. Dalam waktu yang relatif singkat Sunan Ampel menghasilkan kader-kader dakwah yang handal, hal itu pun juga di dukung oleh konsep lembaga warisan dari Maulana Malik Ibrahim.
Beberapa tahun kemudian Sunan Ampel menyusun strategi baru dengan menyebar para ulama ke delapan titik yang kala itu Majapajit tinggal tersisa sembilan kadipaten. Tim dakwah yang delapan itu dinamakan “Bhayangkare Ishlah”. Mereka adalah Sunan Ampel sendiri, Raden Ali Murtadho, Abu Hurairah, Syekh Yakub, Maulana Abdullah, Kiai Banh Tong, Khalif Husayn dan Usman Haji. Kader-kader santri pun juga berperan menggantikan beberapa posisi ulama diantaranya Raden Hasan yang kelak menjadi Sultan Demak. Dalam sebuah versi, dewan Walisanga dibentuk sekitar 1474 M oleh Sunan Ampel yang membawahi Raden Hasan, Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Qosim (Sunan Drajad), Usman Haji (ayah Sunan Kudus), Raden Ainul Yaqin (Sunan Gresik), Syekh Suta Maharaja, Raden Hamzah dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai mubalig keliling- Di samping wali-wali tersebut. Masih banyak ulama yang berkoordinasi dengan Sunan Ampel, Hanya saja sembilan tokoh Walisanga yang dikenal selama ini memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwah maupun dalam proses ketatanegaraan Demak
Begitu lah sahabat, dakwah Islam di pulau Jawa yang dilakukan oleh para Walisanga. Ada banyak hal mistis yang meliputi cerita para Walisanga ini tetapi mereka tetap lah pendakwah syariat Islam di Pulau Jawa.
Perlu diketahui juga bagaimana kesultanan demak dibawah adinda Raden Patah menggantikan kedudukan ayahnya Raden Brawijaya terakhir di Majapahit. Ada banyak versi kelahiran demak saat majapahit akan menghilang.
“Sirna Ilang Kerthaning Bhumi” itulah pepatah yang sering lahir kala itu. Raja majapahit terakhir kala itu tergusur oleh keinginan anaknya sendiri yang berkehendak menggantikan majapahit dg demak. Memang ada peperangan kecil memberontak dalam kerajaan majapahit kala itu.
Iya, saat yang ditunggu tiba.
Majapahit runtuh dan digantikan oleh Demak yang kala itu menyerbu istana di Trowulan.
Rombongan Raja Brawijaya itu pun ditemani Sabdo Palon dan Noyogenggong pergi ke timur , tepatnya ke arah Blambangan. Hingga menemukan pulau Dewata Bali, yang saat itu memang dititahkan warisan majapahit terakhir.
Sumber : Kitab Sabda Palon dan intisarinya
terkait dengan cerita syekh siti jenar, itu masih kontroversi jadi belum tentu syekh siti jenar itu sesat. mungkin ada beberapa buku yang mengatakan seperti itu ada juga yang tidak. seperti pendapat saya