Dulu, banyak yang percaya bahwa kecerdasan kognitif adalah penentu keberhasilan seseorang. Orang yang ber-IQ tinggi dianggap memiliki masa depan yang sukes. Namun ternyata, cukup banyak orang ber-IQ tinggi yang prestasinya biasa saja.
Kehidupan itu kompleks. Ada banyak tantangan yang perlu dihadapi untuk menjalaninya. Karena itulah butuh orang yang mampu mengelola dirinya sendiri dengan baik agar bisa berhasil dalam kehidupan.
Pandangan orang-orang pun bergeser, kecerdasan emosional alias EQ dianggap berpengaruh lebih besar dalam menentukan kesuksesan seseorang. Daniel Goleman, pakar yang mencetuskan istilah ini, menyebutkan bahwa karena alasan inilah kita perlu mengajarkan kesadaran diri, kepercayaan diri, mengelola emosi, dan empati di sekolah-sekolah.
Kecerdasan emosional ini ternyata berpengaruh juga dalam pernikahan. John Gottman, peneliti dalam bidang pernikahan, menuliskan pasangan yang cerdas emosional adalah kunci dari keberhasilan pernikahan.
Dalam kehidupan seseorang, kecerdasan emosional bisa membantunya agar terhindar dari kegagalan. Sementara dalam pernikahan, kecerdasan emosional pasangan bisa membantu agar terhindar dari kehidupan pernikahan yang tidak memuaskan, bahkan perceraian.
Pernikahan adalah fase kehidupan yang dirindukan banyak orang. Namun menjalaninya tidaklah mudah. Tahun 2016 saja, ada 350 ribu pasangan di Indonesia yang bercerai. Setiap jamnya, ada 40 perceraian di negeri ini.
Gottman menuliskan:
“Pasangan yang semakin cerdas emosionalnya itu lebih mampu memahami dan menghormati pasangan dan juga pernikahan yang mereka jalani. Pasangan ini lebih mampu untuk memiliki hidup yang bahagia selamanya….
Kecerdasan emosional ini adalah kemampuan yang bisa pasangan pelajari. Mengembangkan kemampuan ini bisa membuat suami dan istri terhindar dari ancaman perceraian.”
Kami merasa mempelajari cara agar menjadi pasangan yang cerdas emosional ini adalah ikhtiar untuk mewujudkan qurrota a’yun di rumah kami, sekaligus sebagai #HappyTearsProject yang insya Allah akan jadi karya kami di tahun pertama pernikahan ini. Itulah sebabnya kami mempelajari beberapa buku John Gottman.
Mulai dari Seven Principles for Making Marriage Work—7 Prinsip untuk Membuat Pernikahan Berhasil; What Makes Love Last?—Apa yang Membuat Cinta Bertahan?; The Science of Trust—Sains dari Rasa Percaya; sampai ke Why Marriages Succeed or Fail—Mengapa Pernikahan Berhasil Atau Gagal.
Panduan Membangun Rumah Tangga dari John Gottman
Dalam buku-bukunya, Gottman memberikan konsep Gottman Relationship House. Kami menerjemahkannya menjadi Rumah yang Aman & Nyaman.
Pasangan menjadi cerdas emosional karena membangun Rumah yang Aman & Nyaman ini. Untuk membangunnya, kita membutuhkan 7 buah prinsip yang bisa kita andaikan batu bata. Ditambah lagi 2 tiang penyangga yang mengokohkan hubungan.
Apa sajakah komponen rumah yang aman dan nyaman itu? Mari kita pelajari bersama.
1. Membangun Peta Cinta
Rumah Tangga – Membangun Peta Cinta
Memahami dunia pasangan
Tak kenal maka tak sayang.
Ungkapan ini berlaku juga dalam pernikahan. Fondasi dalam pernikahan adakah 2 orang yang saling mengenal satu sama lain.
Suami dan istri perlu menjadi sahabat: dua orang yang saling mengenal dengan sangat akrab.
Kualitas pernikahan sangat bergantung dari kualitas persahabatan antara suami dan istri. Keduanya perlu mengetahui apa saja yang membuat pasangannya bahagia, takut, sedih, stress, marah.
Apa saja yang pasangannya sukai. Apa saja yang pasangannya tidak sukai.
Keduanya perlu tahu peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam hidup pasangannya. Dan juga tahu dampaknya dalam kehidupan masing-masing sekarang ini.
Gottman menyebutnya peta cinta.
Peta cinta adalah bagian dari otak kita yang menyimpan hal-hal mendetail tentang dunia dan kehidupan pasangan.
Peta cinta inilah fondasi penting, yang menentukan kualitas persahabatan antara suami istri. Bahkan, peta cinta ini jauh lebih penting daripada liburan yang romantis atau hadiah yang mewah sekalipun.
2. Berbagi Kekaguman
Rumah Tangga – Berbagi Kekaguman
Pasangan yang pernikahannya bahagia pasti saling menyukai. Jika tidak saling menyukai, pernikahannya tentu tidak akan bahagia.
Namun kebahagiaan ini bisa terkikis jika keduanya tidak memiliki memori positif tentang pernikahan mereka. Apalagi kalau sampai kesulitan mengingat-ingat kebaikan yang ada dalam diri pasangan.
Penelitian Gottman menunjukkan 94% pasangan yang mengingat memori positif tentang riwayat pernikahan dan juga tentang karakter pasangan, umumnya memiliki masa depan yang bahagia juga.
Saat memori bahagia ini memudar, ini menjadi tanda pernikahannya di ambang bahaya dan butuh bantuan.
Itulah sebabnya, pasangan perlu saling mengagumi, dan juga berbagi kekaguman akan pasangannya, agar pernikahannya bisa terus bertumbuh.
3. Kembali Pada Satu Sama Lain
Rumah Tangga – Kembali pada satu sama lain
Dalam pernikahan, interaksi kedua orang menjadi sangat intens. Itulah sebabnya kita menjadi lebih sering meminta dari pasangan.
Gottman menyebutnya “bids.” Bids ini adalah tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung meminta perhatian, kasih sayang, atau dukungan.
Bids ini bisa sekecil meminta istri menggaruk punggung, sampai ke hal-hal yang besar seperti meminta pindah ke luar kota untuk mendukung pekerjaan suami.
Dari permintaan bids ini, pasangan bisa merespon dengan kembali pada pasangan, atau malah berpaling.
Kembali pada pasangan adalah dasar dari rasa percaya, koneksi emosional, hasrat, dan kehidupan seks yang memuaskan.
4. Perspektif Positif
Rumah Tangga – Perspektif Positif
Perspektif positif adalah hasil dari persahabatan yang kuat antara suami dan istri. Persahabatan adalah bahan bakar dari romantisme pasangan karena persahabatan itu pelindung dari perasaan bermusuhan dengan pasangan.
Hubungan pernikahan itu hubungan yang sangat intens. Suami istri bisa merasa berbunga-bunga dan saling tertarik di satu waktu. Sementara di waktu lain, salah satu atau keduanya bisa merasa pasangannya ini seperti musuhnya—terutama saat adanya konflik atau hal-hal tidak nyaman lain dalam kehidupan pernikahan.
Perspektif positif dilakukan pasangan saat keduanya memiliki pemikiran positif tentang satu sama lain dan juga tentang pernikahan mereka. Perspektif positif ini sangat kuat sampai-sampai mengalahkan perasaan negatif yang mereka miliki.
Perspektif positif ini membuat pasangan merasa optimis tentang satu sama lain, tentang pernikahan mereka, memiliki harapan positif tentang hidup bersama, dan juga saling membantu untuk mengatasi keraguan yang menghadang.
5. Mengelola Konflik
Rumah Tangga – Mengelola Konflik
Saat memutuskan untuk menikahi seseorang, pada saat itu juga kita sedang memilih untuk menghadapi konflik tertentu. Tentu, pernikahan akan membuat seseorang menjadi sosok yang lebih baik.
Namun, tidak ada pernikahan yang berjalan tanpa konflik. Akan selalu ada konflik dalam rumah tangga. Bahkan, konflik itu dibutuhkan untuk membuat hubungan menjadi lebih erat dan meningkatkan rasa percaya.
Bukankah rasa percaya kita kepada seseorang akan bertambah jika kita bisa mengelola konflik dengan baik?
Mengapa mengelola konflik? Karena ada konflik yang menjadi semakin parah saat kita coba selesaikan. Tentu, ada konflik yang bisa kita atasi. Namun dalam tiap pernikahan, selalu ada masalah yang terjadi berulang kali. Tanpa ada tanda-tanda bisa diselesaikan.
Konflik-konflik seperti ini, memang ada untuk dikelola, bukan untuk diselesaikan.
Ada beberapa ilmu yang perlu kita pelajari untuk bisa mengelola konflik dengan baik:
Menerima pengaruh pasangan
Dialog tentang masalah
Latihan menenangkan diri
6. Membuat Impian Jadi Nyata
Rumah Tangga – Membuat Impian Jadi Nyata
Pernikahan memerlukan lingkungan yang mendorong suami istri agar bisa jujur. Jujur akan mimpi-mimpinya, value yang masing-masing pegang, keyakinan, danjuga harapan. Suami maupun istri juga perlu merasa bahwa hubungan pernikahan ini mendukung mimpi-mimpinya.
Membuat mimpi menjadi nyata ini adalah bagian dari memahami peta cinta. Hanya saja peta cintanya lebih mendalam lagi.
Membuat mimpi menjadi nyata adalah tentang kemauan untuk bertanya, sekaligus mengingat jawaban yang pasangan berikan.
7. Berbagi Makna
Rumah Tangga – Berbagi Makna
Pernikahan itu membangun kehidupan bersama-sama. Kehidupan yang memerlukan adanya makna dan tujuan yang sama.
Kalau menikah untuk mengejar kebahagiaan, kita akan merasa kosong. Ya, berjuang untuk bahagia itu kosong. Justru kita akan mendapatkan kebahagiaan saat kita mengejar makna hidup yang lebih mendalam.
Berbagi makna ini adalah atap dari rumah yang aman dan nyaman. Untuk membangun atap ini, kedalaman hubungan sangatlah dibutuhkan. Gottman menekankan bahwa kita semua adalah filsuf, yang mencoba mencari makna dari kehidupan yang singkat ini.
Ada beberapa cara yang pasangan lakukan untuk berbagi makna. Mulai dari menciptakan ritual koneksi, mendukung peran masing-masing, menciptakan tujuan yang sama, serta menyepakati value dan symbol inti. Terkait value dan simbol ini, contohnya adalah menyamakan persepsi tentang arti dari rumah.
Berbagi makna ini juga menggali peta cinta, namun lebih dalam lagi. Dari prinsip ke-7 ini, kita akan dibawa kembali ke prinsip yang pertama: peta cinta.
Selain 7 prinsip itu, ada dua tiang yang mengokohkan rumah tangga:
Tiang Pertama: Percaya
Rumah Tangga – Percaya
Rasa percaya ini sering disebut sebagai chemistry. Rasa percaya inilah yang menciptakan rasa aman, nyaman, dan keterbukaan bagi suami istri.
Rasa percaya ada saat kita berusaha yang terbaik untuk pasangan, dan juga untuk hubungan pernikahan. Alasannya karena kita percaya kalau pasangan kita bertindak bukan hanya untuk keuntungannya sendiri.
Kita percaya pasangan kita memikirkan dan juga mengusahakan yang terbaik untuk kita juga, sebagai pasangan yang telah ia pilih.
Tiang Kedua: Komitmen
Rumah Tangga – Komitmen
Komitmen itu percaya bahwa hubungan dengan pasangan kita adalah perjalanan hidup kita sepenuhnya, seutuhnya. Baik di saat kondisi baik. Termasuk saat kondisi buruk. Di saat-saat buruk ini, keduanya berusaha untuk memperbaikinya.