Mundur atau penyerahan mandat yang dilakukan tiga orang pimpinan KPK (Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang) membuat KPK tak bisa lagi bekerja alias lumpuh. Dua orang pimpinan tersisa, dipastikan tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Sampai kini belum jelas, apa dan bagaimana kebijakan yang akan diambil Presiden Jokowi untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK itu? Mempercepat pelantikan pimpinan KPK yang baru terpilih, jelas tidak bisa. Tiga bulan waktu tersisa, juga bukan waktu yang singkat.
Walaupun ada satu pimpinan KPK terpilih lagi, Alexander Marwata, tapi ada satu pimpinan lagi yang bertahan, Basaria Panjaitan. Mustahil, pimpinan KPK berjumlah enam orang atau mempercepat masa jabatan yang tersisa itu.
Karena itu, pilihannya hanya mengangkat minimal satu orang sebagai Ketua KPK. Kecuali, pimpinan KPK yang mundur berubah pikiran. Tugasnya hanya menyelesaikan tiga bulan waktu tersisa, sebelum pimpinan KPK baru yang sudah terpilih, benar-benar dilantik.
Siapa yang akan diangkat? Mantan pimpinan KPK yang lalu, selain sudah lewat karena faktor usia, juga mungkin tak mau karena sejalan dengan pimpinan KPK yang sekarang atau bertentangan pula dengan kebijakan Presiden Jokowi yang menyetujui Revisi UU KPK.
Intinya, akan sulit mengangkat dari pihak sana. Satu orang yang layak dipertimbangkan siapa lagi kalau bukan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah. Selain karena tak akan menjabat lagi 1 Oktober ini, Fahri Hamzah adalah orang yang konsisten bersuara tentang KPK sejak awal.
Kajian-kajiannya tentang KPK banyak yang terbukti di kemudian hari. Waktu tiga bulan kiranya cukup bagi Fahri Hamzah untuk membenahi KPK, agar kembali lagi berjalan di relnya sesuai dengan pembentukannya dulu.
Ini layak dicoba sekaligus pembuktian bagi kritikan-kritikan Fahri Hamzah itu sendiri. Belum tahu juga Fahri Hamzah mau, termasuk Presiden Jokowi sendiri, tapi layak dicoba untuk mengisi kebuntuan politik selama tiga bulan ke depan. Untuk negara-bangsa, mestinya siapa pun harus mau.
Walaupun ada satu pimpinan KPK terpilih lagi, Alexander Marwata, tapi ada satu pimpinan lagi yang bertahan, Basaria Panjaitan. Mustahil, pimpinan KPK berjumlah enam orang atau mempercepat masa jabatan yang tersisa itu.
Karena itu, pilihannya hanya mengangkat minimal satu orang sebagai Ketua KPK. Kecuali, pimpinan KPK yang mundur berubah pikiran. Tugasnya hanya menyelesaikan tiga bulan waktu tersisa, sebelum pimpinan KPK baru yang sudah terpilih, benar-benar dilantik.
Siapa yang akan diangkat? Mantan pimpinan KPK yang lalu, selain sudah lewat karena faktor usia, juga mungkin tak mau karena sejalan dengan pimpinan KPK yang sekarang atau bertentangan pula dengan kebijakan Presiden Jokowi yang menyetujui Revisi UU KPK.
Intinya, akan sulit mengangkat dari pihak sana. Satu orang yang layak dipertimbangkan siapa lagi kalau bukan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah. Selain karena tak akan menjabat lagi 1 Oktober ini, Fahri Hamzah adalah orang yang konsisten bersuara tentang KPK sejak awal.
Kajian-kajiannya tentang KPK banyak yang terbukti di kemudian hari. Waktu tiga bulan kiranya cukup bagi Fahri Hamzah untuk membenahi KPK, agar kembali lagi berjalan di relnya sesuai dengan pembentukannya dulu.
Ini layak dicoba sekaligus pembuktian bagi kritikan-kritikan Fahri Hamzah itu sendiri. Belum tahu juga Fahri Hamzah mau, termasuk Presiden Jokowi sendiri, tapi layak dicoba untuk mengisi kebuntuan politik selama tiga bulan ke depan. Untuk negara-bangsa, mestinya siapa pun harus mau.